Banjir bandang, bencana yang datang tiba-tiba dan meluluhlantakkan segalanya. Hanya dalam hitungan menit, air bah bisa menyapu rumah, menumbangkan pohon, bahkan merenggut nyawa. Baru-baru ini, kita kembali dikejutkan dengan peristiwa memilukan di Bali. Menurut data BPBD yang dikutip dari detik.com, sedikitnya 17 warga tewas akibat banjir bandang yang menerjang daerah tersebut. #PrayForBali
Tragedi ini mengingatkan kita bahwa banjir bandang bukan sekadar genangan air biasa. Ia bisa menghancurkan infrastruktur, merusak kawasan wisata, dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat.
Pertanyaannya, apa sebenarnya yang memicu banjir bandang, dan bagaimana cara mencegah agar bencana serupa tidak terus berulang dengan dampak yang begitu parah? Kita bahas lebih detail berikut ini
Penyebab Banjir Bandang
Ada banyak faktor yang menyebabkan banjir bandang, bahkan dari hal-hal yang sering kita anggap sepele. Berikut penyebab banjir bandang:
Perubahan Alih Fungsi Lahan
Salah satu penyebab utama banjir bandang adalah alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan ini, yang awalnya tanah hutan, perkebunan yang berfungsi tempat tangkapan air (Catchment Area), diubah menjadi lahan pertanian, bahkan bangunan komersial seperti rumah, apartemen, mall, hotel dan taman hiburan. Masalahnya, pembangunan ini sering kali dilakukan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan.
Padahal, lahan terbuka sangat penting karena berfungsi menyerap air hujan. Kalau tanahnya ditutup bangunan dan aspal, air hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah.
Akibatnya, air akan mengalir bebas ke sungai tanpa ada proses penyerapan dahulu ke dalam tanah. Tanpa penyerapan ini, volume air menjadi sangat besar dan melebihi volume sungai itu sendiri, sehingga dalam waktu yang cepat dapat menyebabkan banjir.
Bahkan, jika proses masukan air ke dalam sungai dalam waktu sangat cepat dengan volume air yang tinggi, terjadilah banjir bandang.
Kasus nyata bisa kita lihat di kawasan Puncak, Jawa Barat. Dulu, daerah ini banyak lahan hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan. Tapi sekarang banyak berubah jadi kawasan komersial. Akibatnya, air hujan yang seharusnya masuk ke tanah justru langsung turun deras ke sungai. Pada akhirnya, wilayah hilir seperti Jakarta, bekasi dan kota di daerah hilir sungai sering kebanjiran.
Hal serupa juga pernah terjadi di Bali. Karena tata ruang yang kurang baik, banyak lahan hijau berubah jadi bangunan. Akibatnya, saat hujan lebat turun, air tidak masuk ke tanah akan tetapi langsung meluncur deras ke area sungai dengan volume yang besar. Volume air di sungai meluap, dan area hilir sungai juga terkena dampaknya sama yaitu banjir.
Pada akhirnya, terjadilah banjir bandang yang hebat, menyapu banyak pemukiman dan memakan banyak korban jiwa.
Alih fungsi lahan bukan cuma bikin air sulit meresap, tapi juga menimbulkan masalah lain seperti erosi (tanah terkikis) dan sedimentasi (penumpukan lumpur di sungai).
Pencemaran Lingkungan Sungai

Sungai bukan cuma tempat mengalirnya air, tapi juga penopang kehidupan manusia. Sayangnya, banyak sungai tercemar karena dijadikan tempat pembuangan limbah dan sampah. Kalau sampah terus menumpuk di sungai, akan terjadi pendangkalan dan penyempitan jalur sungai. Akibatnya, sungai kehilangan kemampuannya menampung air.
Baca Juga: Bikin Krisis Air Bersih! Ini Dampak Pencemaran Sungai
Kalau terjadi hujan deras turun dan area hulu sungai terjadi peningkatan volume air, sungai yang seharusnya mengalir lancar malah meluap ke daratan. Hal inilah yang menjadi pemicu utama terjadinya banjir bandang.
Erosi Tanah

Erosi tanah adalah proses terkikisnya tanah, biasanya terjadi di sekitar aliran sungai. Saat hujan deras turun, tanah di tepi sungai yang tidak terlindungi pepohonan atau tanaman, akan mudah hanyut terbawa air. Lama-kelamaan, tanah yang terbawa ini menumpuk di dasar sungai dan membuat sungai menjadi dangkal.
Baca Juga: Rawan Erosi! Ini Pentingnya Erosion Control Pada Clay Shale Soil
Kalau sungai sudah dangkal, kapasitasnya untuk menampung air otomatis berkurang. Jadi, ketika hujan deras datang, air yang jumlahnya banyak tidak lagi tertampung dan akhirnya meluap ke daratan. Kondisi ini bisa memicu banjir bandang.
Selain itu, arus air yang deras juga bisa menggerus tebing sungai. Akibatnya, tanah di sekitar sungai rawan longsor dan merusak area sekitarnya. Jadi bisa dibilang, erosi tanah bukan hanya bikin sungai dangkal, tapi juga memperbesar risiko banjir bandang dan kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Sedimentasi Sungai

Penyebab terakhir banjir bandang adalah sedimentasi sungai. Sederhananya, sedimentasi adalah penumpukan material di dasar sungai. Material ini bisa berupa tanah, pasir, atau lumpur yang terbawa air hujan akibat erosi. Selain itu, sampah yang menumpuk juga bisa ikut memperparah kondisi sungai.
Bedanya, kalau sedimen dari erosi itu alami yang terjadi pada hulu sungai, sedangkan sedimen dari sampah terjadi karena ulah manusia. Ketika tanah, lumpur, dan sampah menumpuk di dasar sungai, sungai jadi dangkal. Artinya, kapasitas sungai untuk menampung air akan berkurang.
Akibatnya, saat hujan deras datang, air cepat penuh dan meluap ke daratan. Inilah yang memicu terjadinya banjir bandang di sekitar aliran sungai. Jadi, sedimentasi sungai bukan hal sepele, karena sedikit demi sedikit bisa membuat bencana besar.
Solusi Mengatasi Banjir Bandang
Nah, sebenarnya ada langkah mudah kok untuk mencegah terjadinya banjir bandang. Mulai dari kebiasaan sederhana sampai program besar yang butuh kerjasama banyak pihak. Berikut beberapa solusi yang bisa kita lakukan bersama:
Jaga Kebersihan Sungai

Salah satu penyebab banjir bandang yang sering terjadi adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan ke sungai. Sampah yang awalnya sedikit lama-lama menumpuk, menyumbat aliran air, dan membuat sungai jadi dangkal. Akibatnya, saat hujan deras turun, air sungai lebih cepat meluap dan menggenangi pemukiman sekitar.
Menjaga kebersihan lingkungan sungai memang terlihat sederhana, tapi dampaknya sangat besar. Dengan tidak membuang sampah sembarangan, aliran air tetap lancar dan sungai bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, menjaga kebersihan sungai bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keselamatan warga bersama dari bencana alam. Seperti banjir bandang.
Revitalisasi Sungai

Sumber: banjarmasin.tribunnews.com
Revitalisasi sungai menjadi langkah penting untuk mencegah banjir bandang. Banyak sungai yang jadi dangkal karena sedimentasi atau tersumbat sampah, sehingga airnya tidak bisa mengalir dengan lancar. Dengan adanya revitalisasi, sungai dibersihkan dan dikeruk kembali supaya bisa menampung debit air sesuai kapasitas aslinya.
Kalau sungai sudah berfungsi dengan baik, saat hujan deras turun atau ada kiriman air dari hulu, air tetap bisa ditampung tanpa cepat meluap. Selain itu, revitalisasi juga membantu membuka saluran air yang tertutup sampah atau lumpur, sehingga aliran sungai kembali lancar dan risiko banjir bisa ditekan.
Rehabilitas DAS

Rehabilitasi DAS adalah salah satu langkah penting untuk mencegah banjir bandang, tapi memang bukan pekerjaan mudah. DAS atau Daerah Aliran Sungai bukan hanya bagian sungainya saja, melainkan kawasan yang berada di hulu sungai. Kawasan ini memiliki fungsi sebagai catchment area (penangkapan air) yang terdiri dari hutan, perkebunan teh dan perkebunan masyarakat.
Nah, dari area catchment area ini, akan muncul anak sungai pada setiap lembah-lembah pegunungan yang kemudian berkumpul pada satu jalur sungai yang besar, seperti Citarum atau Cikeas.
Kalau kawasan DAS rusak yang diakibatkan seperti penebangan pohon liar atau alih fungsi lahan, air hujan tidak bisa lagi meresap ke dalam tanah. Akibatnya, air hujan langsung mengalir deras ke sungai dan membuatnya cepat meluap.
Baca Juga: Mencegah Kekeringan, Ini Manfaat Rehabilitasi DAS (Daerah Aliran Sungai)
Sebaliknya, jika DAS sehat dengan banyak pohon dan tanah yang terjaga, air hujan akan lebih banyak terserap. Air ini lalu disimpan di dalam tanah dan dikeluarkan perlahan, seperti toren air alami. Sehingga saat musim hujan sungai tidak langsung kebanjiran, dan saat musim kemarau masih ada cadangan air.
Rehabilitasi DAS mencakup banyak hal, mulai dari penanaman kembali pohon, mengendalikan erosi, hingga memperbaiki lahan kritis seperti bekas tambang. Intinya, menjaga DAS berarti menjaga keseimbangan alam. Jadi, kalau DAS baik-baik saja, sungai pun tetap terkontrol, dan risiko banjir bandang bisa berkurang.
Partisipasi Antares Dalam Rehabilitasi DAS Kritis

Bagi Antares, menjaga lingkungan bukan cuma soal mencegah erosi atau mengendalikan banjir bandang. Lebih jauh dari itu, kami juga terlibat langsung dalam memulihkan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah kritis.
Salah satu pengalaman kami adalah mengerjakan lahan di sekitar bekas tambang. Walaupun tidak mencakup seluruh kawasan DAS, lahan tersebut tetap berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan sehingga harus dipulihkan.
Tantangan yang kami hadapi tidaklah ringan. Ada lahan dengan kondisi tanah berbatu dan rawan erosi, sehingga tanaman sulit untuk tumbuh. Untuk mengatasinya, kami menerapkan teknik khusus agar bibit tetap bisa berkembang dengan subur dan memiliki akar yang kuat menahan tanah.

Selain itu, kami juga memanfaatkan produk ATR pupuk organik. Pupuk ini membantu bibit tanaman lebih tahan terhadap serangan hama, membuat batangnya lebih tebal, serta mempercepat pertumbuhan. Dengan kombinasi teknik dan perawatan yang tepat, Daerah aliran sungai yang kritis perlahan kembali hijau dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Namun pekerjaan belum selesai di situ. Setelah tanah siap, tantangan berikutnya adalah perawatan tanaman. Pohon-pohon muda harus dijaga agar bisa tumbuh dengan baik, meskipun sering terancam hama seperti ilalang, serangga, bahkan gangguan dari oknum yang tidak bertanggung jawab. Meski sulit, kami percaya proses perawatan ini adalah kunci agar DAS bisa benar-benar pulih.
Bagi kami, rehabilitasi DAS bukan sekadar proyek. Ini adalah komitmen jangka panjang untuk mengembalikan fungsi alami lingkungan: menyerap air hujan, mencegah erosi, dan menjaga agar bencana seperti banjir bandang tidak terus berulang. Dan meskipun jalannya penuh tantangan, Antares bertekad menyelesaikan setiap langkah hingga tuntas demi masa depan lingkungan yang lebih baik.
