Selama evolusi pertanian modern, penggunaan pestisida menjadi solusi andalan bagi para petani untuk mengatasi masalah hama dan penyakit. Apalagi pestisida memiliki kemampuan untuk mengusir hama secara cepat dan efektif.
Maka itu, pestisida selalu menjadi pilihan utama untuk meningkatkan hasil panen dan menjamin ketahanan pangan dari serangan hama.
Namun, disisi lain, penggunaan pestisida untuk mencegah serangan hama bisa memberikan ironi, kenapa? Zat pestisida yang digunakan untuk menjaga tanaman, justru berpotensi merusak ekosistem tempat tanaman itu tumbuh.
Pestisida dirancang untuk membasmi hama, tapi juga memiliki efek samping yang tidak kita sadari. Apa saja bahaya pestisida dan bagaimana seharusnya kita menggunakan pestisida?
Apa itu Pestisida?

Menurut Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 107 tahun 2014, pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain, serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagiannya, atau hasil pertanian, memberantas rerumputan, dan pertumbuhan yang tidak diinginkan.
Bisa dikatakan, pestisida merupakan bahan yang dipakai untuk mengusir atau membasmi hama, penyakit, atau gulma (rumput liar) yang bisa merusak tanaman dan hasil pertanian.
Pestisida ini bukan hanya terbuat dari bahan kimia saja, tetapi bisa berupa organisme kecil seperti mikroba atau virus.
Berdasarkan kandungannya, pestisida dibagi menjadi beberapa macam, yaitu
- Pestisida sintetik anorganik, terbuat dari bahan kimia non-organik
- Pestisida sintetik organik, terbuat dari bahan kimia organik
- Pestisida nabati, terbuat dari bahan aktif tumbuhan
- Biopestisida, pestisida yang terbuat dari mikroorganisme seperti jamur, virus atau bahan alami lainnya.
Dampak Pestisida Bagi Tanaman

Meskipun pestisida bertujuan untuk melindungi tanaman, penggunaan yang berlebihan justru dapat merusak pertanian. Jika penggunaannya terus dilakukan secara kontinu, ada beberapa dampak bagi tanaman, yaitu:
Mengganggu Pertumbuhan Tanaman
Pestisida dengan kandungan metomil dan abamektin memiliki sifat sistemik, artinya bisa masuk ke dalam jaringan tanaman dan menyebar ke seluruh bagian tumbuhan.
Jika digunakan sesuai aturan, pestisida biasanya aman bagi tanaman. Tapi kalau dipakai berlebihan, dosis tidak tepat bahkan secara kontinu tanpa ada perawatan, residu pestisida bisa menumpuk dan menimbulkan efek racun.
Efeknya adalah mengganggu pertumbuhan tanaman dan bisa menurunkan kualitas hasil panen. Hal ini bisa jadi bumerang bagi para petani jika penggunaan pestisida tidak digunakan secara hati-hati.
Peningkatan Resistensi Hama
Pemberian pestisida secara terus menerus akan memicu resistensi hama. Artinya, hama akan kebal terhadap suatu zat pestisida dan tetap berkembang biak walaupun pestisida sudah diberikan.
Konsekuensinya, petani perlu menaikkan dosis atau beralih ke pestisida yang lebih kuat. Kondisi ini menciptakan lingkungan tidak sehat: penggunaan pestisida semakin meningkat dan hama semakin sulit dikendalikan.
Pada akhirnya, tanaman juga yang terkena dampaknya, baik itu karena serangan hama maupun efek samping pestisida yang berlebihan.
Dampak Pestisida Bagi Tanah

Selain memiliki efek samping terhadap tanaman, pestisida juga dapat mempengaruhi kualitas tanah. Berikut ini beberapa bahaya pestisida bagi tanah:
Menurunkan Kesuburan Tanah
Tanah yang subur ibarat rumah yang sehat. Di dalam tanah ada komponen penting seperti cacing tanah dan bakteri yang bekerja sama menjaga kesuburan tanah.
Cacing tanah berperan untuk menghancurkan bahan organik, sementara bakteri mengubah sisa-sisa tersebut menjadi tanaman yang mudah diserap oleh tanaman.
Misalnya, bakteri Nitrosomonas mengubah amonia menjadi nitrit, lalu bakteri Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat yang penting bagi pertumbuhan tanaman.
Nah, kalau pestisida dipakai berlebihan dalam jangka panjang, mikroba dan organisme di dalam tanah akan mati. Akibatnya, siklus nutrisi dalam tanah akan terganggu. Pada akhirnya, tanah tidak menjadi subur dan tanaman sulit tumbuh, bahkan tidak dapat tumbuh sama sekali!
Merusak Mikroorganisme Tanah
Organisme tanah seperti cacing tanah dan mikroba memiliki peran penting dalam menggemburkan tanah. Cacing tanah membuat lubang-lubang kecil yang membantu udara dan air masuk ke dalam tanah, sedangkan mikroba membantu mengurai sisa-sisa organik menjadi nutrisi bagi tanaman.
Jika penggunaan pestisida digunakan secara kontinu dan dalam dosis tinggi, organisme tanah ini bisa mati. Akibatnya, tanah yang tadinya gembur bisa jadi keras dan padat, sehingga akar tanaman sulit tumbuh dan tanaman tidak dapat tumbuh.
Tanah Menjadi Beracun
Beberapa pestisida sintetik memiliki kandungan yang sulit terurai secara alami. Artinya, sisa-sisa residu pestisida dapat bertahan di tanah cukup lama, bahkan bisa sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tergantung jenis pestisida yang digunakan.
Kalau sudah parah, tanah bisa disebut “Beracun” karena sudah terlanjur banyak tercemar oleh residu pestisida. Dalam kondisi ini, tanah tidak dapat dipakai secara langsung dan harus dilakukan bioremediasi tanah.
Mengganggu pH Tanah
Terakhir, penggunaan pestisida juga dapat memberikan dampak yang buruk terhadap keseimbangan pH tanah. pH tanah merupakan ukuran tingkat asam-basa tanah menjadi vital karena menentukan ketersediaan nutrisi bagi tanaman.
Menurut Natural Resources Conservation Service, pH tanah yang ideal di kisaran 6,0 – 7,5. Pada pH tersebut, tanaman dapat tumbuh dengan subur, mikroba bekerja dengan optimal dan residu pestisida dapat terurai.
Namun, kalau penggunaan pestisida digunakan berlebihan dan terus-menerus dapat mengganggu pH tanah.
Berdasarkan studi dari Meidl, dkk (2025) yang dipublikasikan di Environmental Science and Pollution Research, pemberian pestisida hingga sepuluh jenis pestisida sekaligus menyebabkan pH tanah cenderung mengubah pH tanah menjadi basa. Perubahan ini membuat kondisi tanah menjadi tidak stabil.
Walaupun perubahan pH bukan satu-satunya faktor yang mengganggu proses tanah, efek gabungan pestisida terbukti menekan aktivitas mikroba tanah, memperlambat dekomposisi bahan organik, serta merusak struktur tanah (misalnya berkurangnya kestabilan agregat tanah).
Bagaimana Takaran Pestisida yang Sesuai?

Penggunaan pestisida harus mengikuti aturan yang berlaku agar aman bagi tanaman, lingkungan, dan konsumen. Pestisida yang aman dan diizinkan menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 24 tahun 2011, beberapa bahan aktif pestisida yang dilarang oleh pemerintah Indonesia adalah endrin, heptaklor, etilen dibromida (EDB), formaldehida, dan endosulfan.
Berdasarkan buku Advances in Agronomy pada artikel yang ditulis oleh Virk, dkk (2024), penggunaan pestisida yang optimal, yaitu:
- Insektisida pada 0,21 kg bahan aktif/ha
- Herbisida pada 1,44 kg bahan aktif/ha; dan
- Fungisida pada ≤0,4 kg bahan aktif/ha
Dosis tersebut dapat diartikan begini, jika sebuah produk insektisida memiliki konsentrasi 20% bahan aktif, maka kita membutuhkan 1,05 kg produk jadi untuk mendapatkan 0,21 kg bahan aktif.
Jika diukur dalam volume, dosisnya mungkin sekitar 2-5 ml produk per liter air, tergantung pada jenis hama, tanaman, dan konsentrasi produk.
Dengan takaran yang sesuai, pestisida tidak merusak fisiologi tanaman. Sebaliknya, tanaman lebih aman dari hama dan penyakit, sehingga penyerapan nutrisi dan hasil panen meningkat.
Namun, tetap perlu diingat bahwa pestisida juga bisa memberikan efek samping, terutama pada mikroorganisme tanah. Penggunaan berlebihan dapat menekan populasi mikroba bermanfaat dan mengganggu keseimbangan ekosistem tanah.
Melindungi Tanaman Tanpa Pestisida, Apa Bisa?

Bisa, tapi dengan catatan. Dalam pertanian modern, pengendalian hama tidak selalu harus dilakukan dengan pestisida kimia. Pupuk Organik Cair (POC) bisa membantu melindungi tanaman, bukan dengan cara membasmi hama, melainkan dengan mencegah serangan sejak awal. POC bekerja dengan menyediakan nutrisi esensial yang membuat tanaman lebih sehat dan kuat.
Studi dari Siahaan, dkk (2023) yang dipublikasikan pada konferensi Earth and Environment Science, menunjukkan bahwa POC hasil fermentasi limbah organik (misalnya kulit pisang, daun kelor, kulit bawang, tauge, bonggol pisang, dan cangkang telur) mengandung hormon pertumbuhan alami seperti auksin (IAA), giberelin (GA₃), sitokinin (zeatin), dan pada beberapa bahan juga ditemukan asam absisat (ABA). Dengan adanya hormon-hormon ini berpotensi merangsang pertumbuhan tanaman dan daya tahan alami.
Baca Juga: Alasan Pakai Pupuk Organik untuk Kesuburan Jangka Panjang
Selain itu, tanaman yang mendapat asupan nutrisi dan stimulan dari POC bisa menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, dan fenolik. Senyawa-senyawa ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan alami: rasanya pahit, aromanya tajam, atau bahkan beracun bagi serangga kecil, sehingga tanaman jadi “kurang menarik” bagi hama.
Jangan biarkan hama dan penyakit merusak hasil kerja keras Anda. Tingkatkan daya tahan dan nutrisi tanaman anda dengan ATR Fertilizer. Saatnya beralih ke solusi organik yang aman, efektif, dan dapat meningkatkan produktivitas panen.
Namun, penggunaan pupuk organik cair (POC) bukan perlindungan yang mutlak. POC lebih efektif serangan serangga kecil, sementara serangan besar seperti belalang gurun tetap memerlukan campur tangan tambahan.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pestisida memang masih diperlukan dalam pertanian, tetapi harus digunakan dengan dosis yang tepat dan sesuai aturan. Penggunaan pestisida yang seimbang mampu melindungi tanaman dari serangan hama tanpa merusak fisiologi tanaman.
Namun, jika pestisida dipakai terus-menerus dalam dosis tinggi, hal ini justru menimbulkan masalah baru: hama menjadi resisten, tanah dan mikroorganisme terganggu, serta residu dapat mencemari lingkungan.
Sebagai alternatif, Pupuk Organik Cair (POC) hadir sebagai solusi alami. POC tidak berfungsi membasmi hama secara langsung, tetapi memperkuat daya tahan tanaman dengan menyediakan hormon pertumbuhan dan merangsang produksi senyawa pertahanan alami. Dengan begitu, tanaman menjadi lebih sehat dan lebih tahan terhadap serangan hama kecil.
Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan, kuncinya ada pada keseimbangan. Pestisida tetap boleh dipakai, tapi harus sesuai dosis dan hanya ketika hama menyerang. Di sisi lain, pupuk organik cair (POC) bisa digunakan secara rutin untuk memperkuat daya tahan tanaman, sehingga hama lebih sulit menyerang.
Referensi
Meidl, P., Lehmann, A., Bi, M., Breitenreiter, C., Benkrama, J., Li, E., Riedo, J., & Rillig, M. C. (2024). Combined application of up to ten pesticides decreases key soil processes. Environmental Science and Pollution Research, 31(8), 11995–12004. https://doi.org/10.1007/s11356-024-31836-x
Siahaan, F. R., Sembiring, M., Hasanah, Y., & T. Sabrina. (2023). Chemical Characteristics and Plant Growth Regulators of Organic Waste as Liquid Organic Fertilizer. IOP Conference Series: Earth and Environment Science, 1188(1), 012001–012001. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1188/1/012001
Virk, A. L., Shakooe, A., Abdullah, A., Chang, S., & Cai, Y. (2025). Pesticide effects on crop physiology, production and soil biological functions. In D. L Sparks (eds). Advances in Agronomy pp. 171-212. Elsevier.