Tahukah Anda bahwa aktivitas tambang menambang secara terbuka bisa mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas tambang membuat kualitas tanah mengalami penurunan akibat tercampurnya sub soil dan tertutupnya top soil yang menyebabkan rendahnya bahan organik tanah.
Selain itu, tanah bisa menjadi asam, dengan kualitas lahan yang tidak merata, lubang banyak ditemukan dalam kondisi terisi air asam tambang (AAT), sedikitnya pori-pori tanah, tingginya kepadatan tanah, serta air kecil mengalami premeabilitas. Karena berbagai potensi kerusakan lingkungan setelah penambangan itulah, pemerintah membuat Undang-Undang yang mengatur tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tercantum dalam UU No. 4 Tahun 2009 pasal 97, “Ijin Usaha Pertambangan (IUP) akan dicabut apabila perusahaan tidak melaksanakan proses reklamasi setelah pasca pertambangan sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan.”
Revegetasi tanaman seringkali ditemukan dalam rencana penyusunan kegiatan reklamasi tambang. Revegetasi tanaman yang paling sering dilakukan adalah penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang. Lalu sebenarnya, apa yang dimaksud dengan teknik hydroseeding?
Definisi Hydroseeding
Kegiatan reklamasi lahan pasca pertambangan dengan revegetasi tanaman umumnya dilakukan dengan teknik hydroseeding. Menanam menggunakan campuran mulsa dan biji adalah definisi umum dari teknik hydroseeding. Hydro berarti air, sementara seeding artinya benih. Jika diartikan secara khusus, maka hydroseeding merupakan metode revegetasi yang menggunakan teknik pencampuran pada biji atau benih tanaman, fiber, serta nutrient. Campuran tersebut telah diformulasi khusus, lalu dicapur dan diaduk bersama di dalam wadah khusus hydroseeding yang telah diisi media air, sehingga menghasilkan homogen.
Hasil dari pencampuran berbagai bahan tadi berfungsi untuk mensukseskan revegetasi di lahan rusak pasca tambang. Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang dengan cara menyemburkannya di atas permukaan tanah. Kandungan mulsa di dalamnya bisa membuat tingkat kelembapan benih tetap stabil.
Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang juga bisa memengaruhi dan membuat petumbuhan kecambah menjadi lebih cepat, tanah tertutup lebih luas, serta erosi tanah akan berkurang. Sebuah metode alternatif yang solutif, selain mengandalkan cara konvensional, menabur atau menyebarkan biji kering.
Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang berawal dari Amerika Serikat yang mencari solusi untuk masalah penanaman tradisional (manual) yang membutuhkan waktu lama pada lahan luas. Ketika sukses dengan teknik hydroseeding, kabar itupun meluas dengan cepat ke berbagai wilayah seperti Eropa. Lalu masuk ke Indonesia sebagai solusi untuk revegetasi di lahan rusak karena tidak memiliki unsur hara di dalamnya dan berpengaruh terhadap sedimentasi tanah yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan.
Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang bisa dengan memanfaatkan tanaman pionir dan Leguminosae. Kesuburan tanah dan bahan organik tanah dapat meningkat jika menggunakan Leguminosae. Hal ini disebabkan kemampuannya untuk mendorong (fiksasi) nitrogen bebas yang berasal dari udara, simbiosisnya dengan bakteri penambat nitrogen (Rhizobium), yang bisa membuat nitrogen terakumulasi di dalam tanah dan difungsikan sebagai penyubur.
Mayoritas Leguminosae bisa dipakai sebagai pakan ternak, kemudian setiap biji yang terpakai atau termakan keluar bersama feses. Proses tersebut rupanya bisa membantu biji tersebar lebih cepat.
Manfaat Teknik Hydroseeding
Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang memiliki manfaat yang beragam. Beberapa di antaranya yang sudah terbukti dengan aplikasi langsung di lapangan terangkum dalam daftar berikut.
- Solusi penanaman mudah dengan waktu lebih cepat untuk lahan berukuran luas
- Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang efektif untuk daerah lereng atau kawasan yang tidak bisa dijangkau dengan tenaga manusia
- Mampu mengendalikan, mengontrol, dan mengurangi laju erosi tanah.
- Perkecambahan benih menjadi lebih tinggi dengan waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat.
- Kandungan mulsa di dalamnya membuat proses perkecambahan menjadi lebih cepat serta membuat tingkat kelembapan pada benih bertahan stabil.
- Kecepatan penanaman untuk sebuah unit hydroseeding mencapai 20—30 hektar tiap bulan, sementara waktu respon pertumbuhannya membutuhkan 3—6 bulan sampai lahan bisa ditutup dengan vegetasi. Lebih efisien dalam waktu serta biaya.
- Dari segi biaya, penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang akan meminimalisir atau mengurangi penggunaan tanah top soil/sub soil dengan tebal lapisannya berukuran minim 30 cm. bahkan ada garansi keberhasilan meski tidak menggunakan top soil.
- Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang merupakan solusi yang tepat untuk berbagai jenis area dengan kondisi sebagai berikut: (1) memiliki jenis tanah beragam dalam satu area (clay, send, sub soil), (2) pengerjaan di area lereng atau lahan yang memiliki kemiringan (sloop area) 30 derajat sampai 50 derajat, (3) bisa mencapai jarak semprot 70 meter jika menggunakan cannon, dan (4) menggunakan bantuan selang bisa menjangkau area penanaman sampai 100m.
- Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang tepat karena bisa membuat persediaan hara tanah meningkat.
- Nodule atau bintil akar adalah salah satu hasil dari tanaman yang ditanam menggunakan teknik hydroseeding. Hal ini sebagai bukti adanya symbiosis mutualisme yang melibatkan bakteri Rizobium dengan sistem perakaran.
- Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang dapat meningkatkan fungsi dan kemampuan lahan karena melimpahnya ketersediaan nitrogen dan biomasa organik.
- Kombinasi antara berbagai jenis tanaman bermanfaat untuk menstabilkan lapisan atau permukaan lahan, serta sebagai solusi untuk pakan ternak yang berprotein tinggi dan kaya serat.
- Membawa dampak untuk perekonomian karena revegetasi berjalan seiring dengan pemanfaatan lahan dan tanaman untuk kebutuhan peternakan sapi.
- Pengadaan peternakan sapi menjadi solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi selain mengandalkan hasil galian atau tambang bagi warga sekitar. Serta bisa memberikan kesan positif pada perusahaan yang bertanggung jawab untuk tambang, sehingga memudahkan dalam proses penyerahan dan pertanggungjawaban kepada pemerintah daerah setelah aktivitas tambang berakhir.
Keberhasilan Revegetasi dengan Teknik Hydroseeding
Melalui penjabaran di atas, beberapa kesimpulan penting yang bisa diambil dari teknik hydroseeding terangkum dalam penjelasan singkat berikut ini.
- Setiap pertambangan membutuhkan revegetasi untuk memperbaiki lahan yang rusak pasca tambang. Oleh sebab itu, perusahaan bertanggung jawab memastikan keberhasilan revegetasinya. Salah satu teknik pada revegetasi yang memiliki tingkat kesuksesan tinggi adalah Selain bisa membantu tercapainya tujuan akhir revegetasi, juga sebagai solusi efektif untuk memperbaiki lingkungan dengan waktu yang relatif lebih cepat.
- Keberhasilan revegetasi dipengaruhi oleh pondasinya yaitu hydroseeding yang memanfaatkan teknologi dan pengetahuan dengan tepat sehingga bisa menjangkau pekerjaan yang tidak bisa dilakukan tenaga manusia.
- Selain memiliki peluang kegagalan yang cukup tinggi, metode konvensional juga membutuhkan biaya besar karena butuh perawatan setelah penanaman. Lain halnya dengan hydroseeding yang bisa menjamin kontrol sedimentasi dan erosi tanah.
- Penggunaan hydroseeding pada lahan pasca tambang sesuai dengan peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang Hydroseeding sebagai Metode Revegetasi, serta Menteri Kehutanan RI No. P-4.MenHut-II/2011 yang mengatur tentang Pedoman Reklamasi Hutan.